TUGAS
ISD
OLEH:
ARYA.DWI.ARDIYAN
KATA
PENGANTAR
Masyarakat
desa memiliki andil besar dalam mendukung suksesnya laju perlumbuhan
negeri
ini.Dengan kemampuannya mempertahankan nitai-nilai luhur budaya bangsa,
ketaatannya melanjutkan pengabdiannya pada bidang pertanian yang menopang hidup
berkelanjutan serta pendalaman keagamaanya, rnasyarakat desa telah memberi
sumbangan, ciri yang jelas dan kekuatan besar terhadap upaya memelihara
keuluhan bangsa. Pada masyarakat desa yang tinggal di daerah pesantren, hal ini
terlihat dengan jelas. Ciri dan kekualan masyarakat dalam memelihara keuluhan
bangsa sangat kentara dengan cara mereka mempertahankan sifal-sifat
religisitas. Fenomena ini tidak hanya memberikan sumbangan dalam membangun
budaya penuh iman dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, jugadapat menghasilkan
potensi sumber daya manusia yang dalam waktu bersamaan menguasai ilmu, teknologi,
iman dan taqwa yang seimbang.
Di
masa-masa penjajahan Belanda dan awal kemerdekaan, banyak manusia-manusia
unggul dari lingkungan pesantren menjadi pemimpin dan panutan perjuangan
bangsa. Umumnya perjuangan mereka mendapat dukungan
moral dan fisik dari masyarakat sekitarnya dalam bentuk kesetiaan, kesamaan
visi dan dukungan logistik yang berkelanjutan.
Contohnya
pada awal tahun 1970-an, saat mulai diperkenal-kan gerakan KB Nasional. Para
pejuang dari lingkungan pesantren berhasil mengajak masyarakat sekitar menjadi
pelopor peserta KB yang mantap. Kepeloporan dan kesertaan mereka telah membabat
hambatan yang diperkirakan oleh banyak
ahli
dari luar negeri bakal menghadang gerakan KB seperti di negara-negara dengan
penduduk mayoritas muslim. Kemampuan ini apabila dikembangkan secara tepat
dapat membantu pembangunan masyarakat modern di pedesaan dengan kemampuan
perkotaan yang maju, modern tetapi kental dengan landasan moral religius yang
padat. Potensi tersembunyi ini juga menjadi modal dasar dalam membangun keluarga
sejahtera lebih mandiri dan mengentaskan penduduk di daerah dari lembah
kemiskinan.
Masyarakat
desa yang miskin dalam banyak hal, antara lain perhubungan yang sulit,
informasi yang tidak sampai dan keter-batasan sumber daya manusia unggul yang
langka, menyebabkan masyarakat pedesaan jarang dapat menyerap kesetnpatan yang
terbuka. Akibatnya daerah pedesaan sangat lamban memperbaiki kondisinya. Sebaliknya,
kesukaran itu sebenarnya justru menguntungkan masyarakat desa. Mengapa? Karena daerah
podesaan yang langka fasilitas modernitasnya memberikan kesempatan kepada masyarakat
dan keluarga yang ada untuk bertahan dan membentengi dirinya dengan sistem
nilai lama yang menghargai nilai-nilai luhur budaya bangsa, kegotongroyongan
dan ketaqwaan serta keimanan kepada
Tuhan
Yang Maha Esa. Sumber Badan Pusat Statistik menyebutkan, rata-rata penduduk
perkotaan sudah melompat mendekati angka 45 persen dari seluruh penduduk
Indonesia. Angka ini kemungkinan akan mendekati 50 persen kalau lebih, seiring
munculnya ibukota kabu-paten baru dan bertambahnya kota atau kotamadya baru. Dengan
kata lain, prosenlase penduduk desa akan berkurang. Persoalannya, mampukah
rakyat kecil di pedesaan maupun "kota-kola baru" mengimbangi situasi
laju perkembangan modern dan menciptakan kemandirian diberbagai aspek kehidupan?
Dalam buku berjudul "Mewujudkan Kemandirian Keluarga Kurang Mampu"
ini, penulis mencoba mengangkat kehidupan rakyat kecil, khususnya di desa-desa
agar mampu membangun kembali desanya tanpa memiliki ketergantungan pada
siapapun. Dengan semangat kemandirian dan gotong royong masyarakat, beban yang
berat pun akan menjadi ringan
MASYARAKAT PEDESAAN
PENDAHULUAN.
Pada pembahasan kali ini yaitu “masyarakat
pedesaan” saya akan mencoba memaparkan beberapa pembahasan atau kajian tentang
semua hal yang mencakup tentang masyarakat pedesaan,dimana masyarakat pedesaan
itu kehidupannya sangat jauh berbeda dari masyarakat perkotaan,perbedaan
masyarakat pedesaan dan perkotaan sangatlah banyak dan sangat jauh sekali.Salah
satunya dari faktor tekhnologi,orang awampun mengetahui tentang perbedaan
tekhnologi dari masyarakat pedesaan dan masyarakat perkotaan.biasanya
masyarakat pedesaan itu masih banyak yang belum mengetahui semua tekhnologi
yang sudah berkembang di dunia ini.
Nah,di sini saya akan memaparkan
semuanya tentang apapun yang mencakup tentang masyarakat pedesaan,selamat
membaca.......
ISI.
Pertama pendapat
para ahli tentang masyarakat ;
1. R. Linton berpendapat bahwa masyarakat
adalah sekelompok manusia yang cukup lama hidup dan bekerjasama sehingga mereka
dapat mengorganisasikan dirinya dalam kesatuan social dengan batas-batas
tertentu.
2. M.J. Herskovits berpendapat bahwa
masyarakat adalah kelompok individu yang diorganisasikan dan mengikuti suatu
cara hidup tertentu.
3. J.L. Gillin dan J.P. Gillin berpendapat
bahwa masyarakat adalah kelompok manusia terbesar dan mempunyai kebiasaan,
tradisi, sikap, dan perasaan persatuan yang sama.
4. S.R. Steinmetz berpendapat bahwa masyarakat
adalah kelompok manusia terbesar yang meliputi pengelompokan-pengelompokan
manusia yang lebih kecil, yang mempunyai hubungan erat dan teratur.
5. Menurut Selo Sumardjan masyarakat adalah
orang-orang yang hidup bersama dan menghasilkan kebudayaan.
6. Menurut Karl Marx masyarakat adalah suatu
struktur yang menderita suatu ketegangan organisasi atau perkembangan akibat
adanya pertentangan antara kelompok-kelompok yang terbagi secara ekonomi.
7. Menurut Paul B. Horton & C. Hunt
masyarakat merupakan kumpulan manusia yang relatif mandiri, hidup bersama-sama
dalam waktu yang cukup lama, tinggal di suatu wilayah tertentu, mempunyai
kebudayaan sama
Faktor-Faktor
/ Unsur-Unsur Masyarakat
Menurut Soerjono Soekanto alam masyarakat
setidaknya memuat unsur sebagai berikut ini :
1. Berangotakan
minimal dua orang.
2. Anggotanya sadar sebagai satu kesatuan.
3. Berhubungan dalam waktu yang cukup lama
yang menghasilkan manusia baru yang saling berkomunikasi dan membuat
aturan-aturan hubungan antar anggota masyarakat.
4. Menjadi sistem hidup bersama yang
menimbulkan kebudayaan serta keterkaitan satu sama lain sebagai anggota
masyarakat.
MENGENAI
MASYARAKAT PEDESAAN.
Masyarakat
pedesaan selalu memiliki ciri-ciri atau dalam hidup bermasyarakat, yang
biasanya tampak dalam perilaku keseharian mereka. Pada situasi dan kondisi
tertentu, sebagian karakteristik dapat digeneralisasikan pada kehidupan
masyarakat desa di Jawa. Namun demikian, dengan adanya perubahan sosial
religius dan perkembangan era informasi dan teknologi, terkadang sebagian
karakteristik tersebut sudah “tidak berlaku”. Berikut ini disampaikan sejumlah
karakteristik masyarakat desa, yang terkait dengan etika dan budaya mereka,
yang bersifat umum yang selama ini masih sering ditemui. Setidaknya, ini
menjadi salah satu wacana bagi kita yang akan bersama-sama hidup di lingkungan
pedesaan.
1. Sederhana
Sebagian besar masyarakat desa hidup dalam
kesederhanaan. Kesederhanaan ini terjadi karena dua hal:
a. Secara ekonomi memang tidak mampu
b. Secara budaya memang tidak senang
menyombongkan diri.
2. Mudah curiga
Secara umum, masyarakat desa akan menaruh
curiga pada:
a. Hal-hal baru di luar dirinya yang belum
dipahaminya
b. Seseorang/sekelompok yang bagi komunitas
mereka dianggap “asing”
3. Menjunjung
tinggi “unggah-ungguh”
Sebagai “orang Timur”, orang desa sangat
menjunjung tinggi kesopanan atau “unggah-ungguh” apabila:
a. Bertemu dengan tetangga
b. Berhadapan dengan pejabat
c. Berhadapan dengan orang yang lebih
tua/dituakan
d. Berhadapan dengan orang yang lebih mampu secara
ekonomi
e. Berhadapan dengan orang yang tinggi tingkat
pendidikannya
4. Guyub,
kekeluargaan
Sudah menjadi karakteristik khas bagi
masyarakat desa bahwa suasana kekeluargaan dan persaudaraan telah
“mendarah-daging” dalam hati sanubari mereka.
5. Lugas
“Berbicara apa adanya”, itulah ciri khas lain
yang dimiliki masyarakat desa. Mereka tidak peduli apakah ucapannya menyakitkan
atau tidak bagi orang lain karena memang mereka tidak berencana untuk menyakiti
orang lain. Kejujuran, itulah yang mereka miliki.
6. Tertutup dalam
hal keuangan
Biasanya masyarakat desa akan menutup diri
manakala ada orang yang bertanya tentang sisi kemampuan ekonomi keluarga.
Apalagi jika orang tersebut belum begitu dikenalnya. Katakanlah, mahasiswa yang
sedang melakukan tugas penelitian survei pasti akan sulit mendapatkan informasi
tentang jumlah pendapatan dan pengeluaran mereka.
7. Perasaan “minder” terhadap orang kota
Satu fenomena yang ditampakkan oleh
masayarakat desa, baik secara langsung ataupun tidak langsung ketika
bertemu/bergaul dengan orang kota adalah perasaan mindernya yang cukup besar.
Biasanya mereka cenderung untuk diam/tidak banyak omong.
8. Menghargai
(“ngajeni”) orang lain
Masyarakat desa benar-benar memperhitungkan
kebaikan orang lain yang pernah diterimanya sebagai “patokan” untuk membalas
budi sebesar-besarnya. Balas budi ini tidak selalu dalam wujud material tetapi
juga dalam bentuk penghargaan sosial atau dalam bahasa Jawa biasa disebut
dengan “ngajeni”.
9. Jika diberi
janji, akan selalu diingat
Bagi masyarakat desa, janji yang pernah
diucapkan seseorang/komunitas tertentu akan sangat diingat oleh mereka terlebih
berkaitan dengan kebutuhan mereka. Hal ini didasari oleh pengalaman/trauma yang
selama ini sering mereka alami, khususnya terhadap janji-janji terkait dengan
program pembangunan di daerahnya.
Sebaliknya bila
janji itu tidak ditepati, bagi mereka akan menjadi “luka dalam” yang begitu
membekas di hati dan sulit menghapuskannya. Contoh kecil: mahasiswa menjanjikan
pertemuan di Balai Desa jam 19.00. Dengan tepat waktu, mereka telah standby
namun mahasiswa baru datang jam 20.00. Mereka akan sangat kecewa dan selalu
mengingat pengalaman itu.
10. Suka
gotong-royong
Salah satu ciri khas masyarakat desa yang
dimiliki dihampir seluruh kawasan Indonesia adalah gotong-royong atau kalau
dalam masyarakat Jawa lebih dikenal dengan istilah “sambatan”. Uniknya, tanpa
harus dimintai pertolongan, serta merta mereka akan “nyengkuyung” atau
bahu-membahu meringankan beban tetangganya yang sedang punya “gawe” atau
hajatan. Mereka tidak memperhitungkan kerugian materiil yang dikeluarkan untuk
membantu orang lain. Prinsip mereka: “rugi sathak, bathi sanak”. Yang kurang
lebih artinya: lebih baik kehilangan materi tetapi mendapat keuntungan
bertambah saudara.
11. Demokratis
Sejalan dengan adanya perubahan struktur
organisasi di desa, pengambilan keputusan terhadap suatu kegiatan pembangunan
selalu dilakukan melalui mekanisme musyawarah untuk mufakat. Dalam hal ini
peran BPD (Badan Perwakilan Desa) sangat penting dalam mengakomodasi
pendapat/input dari warga.
12. Religius
Masyarakat pedesaan dikenal sangat religius.
Artinya, dalam keseharian mereka taat menjalankan ibadah agamanya. Secara
kolektif, mereka juga mengaktualisasi diri ke dalam kegiatan budaya yang bernuansa
keagamaan. Misalnya: tahlilan, rajaban, Jumat Kliwonan, dll.
Catatan: 11
karakteristik tersebut, pada saat ini tidak bisa digeneralisasikan bagi seluruh
warga masyarakat desa. Ini disebabkan oleh adanya perubahan sosial religius
yang begitu besar pengaruhnya dalam tata pranata kehidupan masyarakat pedesaan.
Dampak yang terjadi meliputi aspek agama, ekonomi, sosial politik, budaya dan
pertahanan keamanan. (ingat: kasus kerusuhan yang terjadi di beberapa pedesaan
di pulau Jawa)
CARA MENYIKAPI
atau BERADAPTASI
1. Bersikap
“andhap asor”
Sebagai “komunitas tamu” yang berasal dari
luar komunitas masyarakat desa seyogyanya kita mengambil posisi yang “merendah”
atau minimal “seimbang” sekalipun secara materi dan intelektualitas lebih
tinggi mereka.
2. Bersahabat
Sifat arogan harus dikikis habis, diganti
dengan perilaku yang bersahabat dan “sumedulur” (bersaudara). Sebagai tamu
sudah semestinya tidak bersikap arogan dan menunjukkan sifat dan perilaku
kekotaan.
3. Menghargai
Sebagai reaksi atas sikap kekeluargaan dari
masyarakat desa, sepantasnya kita juga menghargai mereka. Sikap menghargai ini
dapat diberikan dalam hal:
a. Memahami pola pikir mereka yang berbeda
kontra dengan pola pikir kita
b. Menerima pemberian sesuatu sebagai bentuk
“tresno” (kasih sayang) mereka kepada kita.
c. Memahami pola hidup mereka yang jauh
berbeda dengan pola hidup kita
4. Sopan santun
Dalam rangka mengikuti adat/istiadat/kebiasaan
yang berlaku di desa maka sudah selayaknya kita menyesuaikan diri, diantaranya:
• Dalam hal berpakaian, sebaiknya tidak
mengenakan pakaian “ala kota”.
• Dalam gaya hidup, sebaiknya tidak
menunjukkan sikap yang menurut mereka “pamer materi”. Misalnya: ber-handphone
ria ditengah-tengah mereka, ber-walkman ria sambil berbicara dengan mereka.
• Dalam hal berbicara, sebaiknya tidak
menggunakan kata-kata/kalimat yang hanya bisa dipahami oleh kalangan mahasiswa.
Misalnya: bahasa Inggris/bahasa “ngilmiah”.
5. Terbuka
Sebagai reaksi positif atas keterbukaan yang
ditunjukkan oleh masyarakat desa maka seyogyanya kita juga menunjukkan sikap
terbuka kepada mereka, misalnya:
• Jika tuan rumah sudah berbicara apa adanya
tentang menu makanan sehari-hari maka jika kita memang kurang suka sebaiknya
“ngomong”. Contoh: Si A tidak suka makan mie. Sebaiknya ngomong ke tuan rumah
daripada nggerundhel.
• Jika keluar dari rumah pondokan sebaiknya
menjelaskan secara terbuka: mau kemana, dengan siapa dan kapan pulang. Hal ini
penting, karena biasanya mahasiswa sudah dianggap sebagai anak sendiri.
6. Membantu tanpa
pamrih
Mengacu pada karakteristik gotong-royong yang
dimiliki masyrakat desa, maka sudah semestinya kita menyesuaikan dan mengikuti
kebiasaan itu. Bekerja dan membantu masyarakat desa tanpa pamrih. Dengan senang
hati mengikuti setiap acara tradisional (misal: kenduri) yang diadakan di desa.
Sekalipun tetap memperhitungkan waktu kerja program COP.
7. Tepat waktu
Demi menjaga kepercayaan masyarakat desa,
sebaiknya perlu diperhatikan ketepatan waktu dalam setiap acara peretemuan yang
melibatkan orang banyak. Hal ini sangat penting agar masyarakat desa juga
menaruh kepercayaan kepada kita sehingga sosialisasi program dan keterlanjutan
pelaksanaannya dapat terjaga.
8. Silahturahmi
Sebagai “tamu asing” sudah menjadi kebiasaan
yang lumrah jika kita harus melakukan silaturahmi (= memperkenalkan diri)
kepada warga masyarakat desa agar didalam melakukan sosialisasi dan pelaksanaan
program tidak mengalami hambatan hanya dikarenakan belum kenal. Silaturahmi ini
dapat dilakukan secara formal maupun informal. Misal:
• Ketika melakukan sosialisasi ketemu warga
desa, sebaiknya langsung memperkenalkan diri (informal)
• Perkenalan diri secara formal di Balai Desa
(formal)
9. “Srawung”
Selama menjalankan program COP sebaiknya kita
tetap menjaga hubungan baik dengan masyarakat desa sehari-hari. Jangan
sekali-kali kita mengucilkan diri dan seolah membentuk kelompok “eksklusif
orang kota”.
10. Gotong-royong
Partisipatif, ini kata kuncinya ! Dalam
menjalankan program kerja jangan sampai meninggalkan prinsip dasar, yaitu
PARTISIPASI MASYARAKAT. Pada dasarnya program dapat berjalan karena ada
partisipasi, baik dari seluruh anggota kelompok maupun masyarakat setempat.
Memunculkan minat berpartisipasi tidaklah mudah, karena itu dibutuhkan komitmen
yang tinggi yang diawali dari diri sendiri.
11. Demokratis
Mencermati iklim demokrasi yang juga sudah
merambah di desa, hendaknya kita bersedia mengikuti proses yang berlangsung.
Karena itu, dalam merencanakan dan melaksanakan program kita harus melibatkan
BPD (Badan Perwakilan Desa). Ini juga berarti kita menghargai proses demokrasi
dalam sebuah “lembaga” yang namanya desa.
12. Religius
Menyikapi kenyataan ini, secara psikologis
kita tidak perlu khawatir atau bahkan takut karena justru akan menyulitkan kita
untuk bersosialisasi. Sikap menghargai, itulah yang mesti kita kembangkan !
Kita mesti tahu diri disaat masyarakat desa sedang menjalankan ibadah agamanya.
Karena itu dalam menyusun suatu kegiatan, pertimbangan faktor “lima waktu”
sangat penting untuk diperhatikan.
DAFTAR
PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar